Ternyata Kita Ketinggalan Kawan

(Oleh: Badrud Tamam kiri)


Opini-Secara peta geografis, semua kalangan menjadi lahan kekuasaan oleh orang pribumi yang menetap di tempatnya sendiri, nyatanya semuanya hanyalah semu tidak ada bukti nyata, hanya menjadi wacana yang di gemar-gemarkan petinggi-petinggi pemuda dalam negeri. Dalam lamunan tentun ada konsep ideal untuk kemajuan tapi tidak ada gerakan kerja nyata hanya jadi ilusi yang terus-terus di bahas dalam sajak puisi.

Tanpa Kita sadari, kita kalah kawan sama tetangga sebelah, ia sekali mendayung dua pulau terlampaui. sedangkan kita yang punya kuasa dengan peluang besar menjadi babu yang tak disadari. Dalam kutipan kata mutiara seringkali kita temui lebih baik main judi daripada menjadi babu di negerinya sendiri, kemungkinan besar gelar kebersamaan menyongsong kemajuan kedepan bukan menjadi pencapaian ideologi bersama, sehingga bercabang-cabang perspektif lahir dengan menimbulkan konflik yang tak diduga. Hingga hari ini kita hanya meraba diatas tidak mau kebawah

Tetangga sudah berpikir sepuluh tahun bahkan dua puluh tahun kedepan ia sama-sama orang pribumi, hanya menjadi perantauan menimba ilmu tanpa lupa pada halamannya tempat dia dibesarkan dengan bercocok tanam. Apa yang menjadi problem besar sehingga sifat idealis tidak bisa dijadikan realistis. Apakah kekuatan dan peluang tidak bisa mengimbangi untuk merealisasikan, saya rasa hal ini tidak mungkin karena pribumi intelektual adalah Raja yang merdeka ditempatnya tentu peluang keberhasilan sangat besar dicapai.

Apakah sifat apatis sudah mulai tumbuh di tubuh daerah yang butuh sentuhan oleh kaum pemuda ini, atau semangatnya sudah di korbankan dengan berkoar-koar tanpa bukti nyata dan memahami antropologi daerahnya, atau jangan-jangan ada proses negosiasi dengan rupiah yang telah ternominalkan sehingga gerak tidak sesuai dengan sublimasi hasil idealisme.

Mengutip perkataan perkataan tokoh sastrawan pramoedya ananta toer  Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri. Sepatutnya perkataan ini menjadi cambuk  bagi pemuda pribumi yang menetap di kampung halamannya bukan malah terus bergerak tapi hasil tidak pernah tampak secara nalar dan visual.

Mengkritisi adalah kewajiban dalam negara demokrasi aturan sudah tertulis dalam UU no.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan berpendapat didepan umum tapi semuanya harus topang dengan konsep baru, dengan mengkritisi membawa solusi. Solusi yang paling ideal adalah kerja nyata selagi kita mampu melakukannya dengan tujuan perubahan yang lebih baik.

Bisa pula dengan mengkritisi membawa solusi tawaran konsep untuk dikerjakan, tapi peluang keberhasilannya minim karena setiap kepala beda pikiran dan setiap orang beda tindakan sesuai pemikirannya maka peluang konsep gagasan hanya akan tercapai beberapa persen.

Memang bumi kita sudah merdeka dari pertikaian yang menghasilkan lautan darah disepanjang jalan, tetapi kemerdekaan pikiran kita terus kalah sama tetangga sebelah.

Pemuda dalam negeri harus mampu menjadi Raja ketimbang pemuda perantauan, setidaknya langkah kita harus lebih maju membangun tempat kita yang kita amati dari dekat. Jangan terus-terusan berprinsip kalah menang itu biasa prinsip seperti itu harus ada di sampah.

Kita harus berbenah kawan mencari konsep baru, dimana gagasan harus teraktualisasi tanpa menunggu tangan-tangan pemegang kekuasaan.

*) Penulis adalah kader aktif PMII Rayon Sunan Cendana STKIP PGRI Bangkalan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar