Setapak Kisah Anak Desa yang Berkeinginan Kuliah


Saat ayam jantan berkokok menandakan bahwa hari sudah pagi, saya bergegas bangun untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim untuk sholat sesuai kepercayaan yang saya anut. Dengan pemandangan pagi yang di suguhkan matahari, Mega merah di ufuk timur yang luar biasa dengan nuansa kental nya pedesaan, ada yang pergi bawa karung untuk memotong rumput buat sapi ternaknya, ada pula yang mebawa sapi untuk membajak sawahnya. Begitu indah panorama yang dapat saya nikmati di desa.


Saya mulai berjalan untuk mandi kesungai dengan berjalan perlahan sambil melihat kanan kiri apa yang di kerjakan oleh orang-orang di sekitar.

Hiruk pikuk kicauan burung terdengar sahdu di telingaku, burung-burung berterbangan dari pohon satu ke yang lainnya menikmati minuman setetes air embun yang ada diranting pohon dan bunyi embun yang menetes dari dedaunan mulai berjatuhan ke tanah bak arloji yang mengikat hidup saya selama ini.


Tak terasa saya sudah sampai di sungai dan air yang mengalir begitu jernih hingga saya masih menikmati dan bermain dengan air sungai, seperti yang saya lakukan pada masa kecil dimana batu di jadikan lemparan untuk bermain.


Air yang jernih bersih mulai saya selami dengan kedingin yang begitu menggigil, hingga mersakan kesegaran begitu luar biasa bagi tubuhku, tak terasa saya sudah berlama ada disungai hingga mengharuskan untuk pulang dan kembali ke rumah.


Sang matahari mulai mengangkat agak tinggi menunjukkan bahwa harus bersiap-siap untuk pergi ke kampus.

Sang ibu bidadari duniaku yang di sandangkan surgaku ada di bawah telapak kakinya telah mempersiapkan sarapan pagi buat sang keluarga, tak terlupakan dengan khas masakan ala keluarga sederhana dengan gorengan ikan asin dan nasi jagung yang menganjal diperut, begitu nikmat tak terkira yang kita rasakan kenikmatan dengan kebersamaan.


Setelah sarapan usai saya langsung menganti pakaian untuk siap-siap berangkat ke kampus, dengan adat dan kebiasaan yang saya lakukan sejak kecil tak terlupakan saya cium dan salim kepada kedua orang tua untuk berangkat menimba ilmu di kota orang.

Dengan jarak yang begitu jauh saya tempuh, sekitat 64 km dari desa ke kota yang saya jalani dengan pahit manis.


Perjalanan mulai saya lakukan dengan medan yang penuh tantangan, hingga tak terasa sudah mulai sampai dijalan raya, semampai di perjalanan disuguhkan dengan pemandangan yang berbeda-beda mulai dari jalan yang macet, banyaknya amal-amal di perjalanan hingga pemandangan anak-anak di lampu merah dengen mengamen, pemandangan yang berbeda dengan keadaan yang ada di desa.


Sesampainya di kampus STKIP PGRI Bangkalan disuguhkan lagi dengan pemandangan temen-temen, ada yang bergerombol antar kelompok ada yang menyendiri di kantin ada pula yang rajin membaca hingga pergi ke perpustakaan kampus, dengan hadirnya semacam ini saya mulai sadar bahwa saya harus beradaptasi dengan temen-temen yang lain karena aku tak selamanya harus bersama keluarga terus, saya jugak butuh dengen temen yang lainnya.


Seiring waktu terus berjalan saya mulai menumukan temen, ada yang di lihat acuh tak acuh ada yang baik dan perhatian bahkan ada yang terlihat sinis, mungkin karena belum mengenal satu sama lain hingga belum begitu akrab.



"Coretan MALIK"
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar